What I’m Trying to Get After a Decade of Building a Business

*even though nobody’s asking

So… this year marks a decade of Lippielust (officially). Dari kamar seorang perawan, 3×3 meter, dengan ‘gear’ seadanya: handphone Android dan ring light murah, pindah ke kamar bujangan-nya Ray di Bandung, karena saat itu aku dan Ray belum bisa afford untuk sewa kontrakan sendiri, sampai ke sebuah kantor dengan tim berisi 11 orang yang skillful, lengkap dengan peralatan fotografi dan videografi yang dulu cuma ada di angan-angan. Jujur, ini bukan sesuatu yang pernah benar-benar aku bayangkan.

Back then, I just wanted a decent life doing what I loved—tanpa dipaksa jadi guru. (No offense to all the teachers out there, but being in a classroom was never my calling.)

All my life, I’ve been wired to chase something. Everything felt like a goal. As a first born daughter, I always thought this is natural; ngurus keluarga, jangan sampai ngecewain, dan harus jadi contoh yang baik. Basically, I had to be a superhero.

Di perjalanan ini, aku mengorbankan hampir seluruh usia 20-an untuk membangun Lippielust. Harapannya? Cukup naif sebetulnya: pengetahuan, skill, dan hobiku itu ada nilainya, bukan cuma buat aku, tapi juga buat orang lain. Melepaskan diri dari kerja kantoran 9-6 sebagai jurnalis dulu adalah keputusan besar, apalagi kalau tempat kerja pertamamu adalah impianmu sejak lama.

Selama 10 tahun ini, banyak banget yang terjadi. Jatuh bangunnya Lippielust bisa dibilang kayak meme Spiderman yang “wherever I go, I see his face” karena bibirku ada di mana-mana di pasar swatches lokal. Tapi ya, nggak selamanya gitu. Ada masa-masa di mana Lippielust seperti butuh CPR 😆 beberapa kali mati suri, dan aku harus cari cara buat nyelamatinnya lagi.

It’s not an easy journey, apalagi dengan bertambahnya usia, muncul perasaan bahwa tampil di depan kamera itu lebih seperti beban daripada kesenangan. Tapi di sisi lain, aku masih merasa bertanggung jawab terhadap edukasi di komunitas beauty Indonesia. That’s why, meskipun aku nggak lagi jadi wajah utama, Lippielust tetap aku desain sebagai ‘badan dengan seribu wajah’ yang bukan cuma estetik, tapi juga edukatif. And honestly, I’m really proud of what we’ve built.

I’ll probably talk more about why. Spoiler alert: no, it’s not about money karena jujur, kita masih dalam fase struggle buat benar-benar settle.

Losing Myself

Satu hal yang aku sadari selama 10 tahun ini: aku kehilangan banyak momen kecil dalam hidup. Tanpa sadar, aku udah mengasosiasikan diriku sepenuhnya dengan Lippielust. Sampai di titik di mana aku mulai lupa siapa aku sebenarnya.

I’m losing my identity, really.

Jadi di annual meeting Lippielust 2024 kemarin, aku mengambil keputusan besar yang aku ajukan ke business/HR consultant Lippie, Fey:

“For a long time, I’ve been thinking about stopping. I feel like I’m losing myself, becoming less of a person. I even thought about giving up Lippielust, but I can’t bear the thought of losing this team, the team that, if given the choice between fight or flight, would choose to fight alongside me. But now, I realize I don’t actually want to quit. I just want to detach a little, free myself up a little. So I’m thinking of taking one day off each week, just to rediscover myself.”

And that’s that. Aku nggak suka hal-hal yang terlalu ribet (even though, yes, I know I’m melancholic as fuck), dan setelah banyak malam nggak bisa tidur mikirin ini, aku sadar… ini yang sebenarnya aku butuhkan.

A day off. Bukan untuk kerja, bukan untuk urusan rumah, tapi benar-benar buat diri sendiri.

Surprisingly, Fey setuju. Dia bilang, “Kita lihat ini work atau enggak ya Teh. Percaya aja sama tim, mereka bisa kok kerja tanpa harus ada Teh Rissa di kantor.”

Di minggu pertama aku ambil hari libur ini, dia bahkan nanya:

Lucunya, di minggu kedua, aku akhirnya tetep harus ke kantor—meski cuma sejam, buat ngerjain revisi urgent. But that’s okay, I guess?

What’s Next?

Ini adalah langkah kecil untuk sesuatu yang lebih besar: suatu hari nanti, Lippielust harus bisa jalan sendiri, tanpa ibunya. Or at least ibunya masih mengawasi tanpa harus terlibat langsung?

Aku butuh hidup sebagai manusia, bukan hanya sebagai wajah di internet. Dan Lippielust? Lippielust juga harus berkembang, nggak cuma meng-influence, tapi benar-benar menjadi sumber edukasi yang kuat tanpa takut dihantam tren.

Mungkin, suatu hari nanti, aku bakal punya rencana lain. Tapi untuk sekarang, inilah yang sedang aku perjuangkan setelah 10 tahun membangun Lippielust:

Menjadi diriku sendiri.